WP_Post Object
(
[ID] => 44
[post_author] => 2
[post_date] => 2020-07-17 06:47:10
[post_date_gmt] => 2020-07-17 06:47:10
[post_content] => Karena kegigihannya dan sang suami, mereka membangun bisnis keluarga dari nol hingga sukses di Makassar. Keluarga yang harmonis ini kerap menghabiskan waktu berdiskusi bersama di meja makan dengan hidangan khas Sulawesi Selatan.
[post_title] => Athirah
[post_excerpt] =>
[post_status] => publish
[comment_status] => open
[ping_status] => open
[post_password] =>
[post_name] => athirah
[to_ping] =>
[pinged] =>
[post_modified] => 2020-08-25 16:35:25
[post_modified_gmt] => 2020-08-25 16:35:25
[post_content_filtered] =>
[post_parent] => 0
[guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?p=44
[menu_order] => 0
[post_type] => film
[post_mime_type] =>
[comment_count] => 0
[filter] => raw
)
WP_Post Object
(
[ID] => 1120
[post_author] => 2
[post_date] => 2020-08-21 09:09:12
[post_date_gmt] => 2020-08-21 09:09:12
[post_content] => Mia sangat berkeinginan untuk membuat pertunjukan teater. Namun mimpi tersebut harus terhenti sementara karena ia divonis mengidap kanker, penyakit yang merenggut nyawa ibunya. Mia merasa seluruh pengalaman kelam akan kembali terulang. Ayahnya akan kembali terpuruk, ekonominya merosot.
Mia selalu ditemani oleh Wanita Bernuansa Pelangi, yang setia dan bersikap positif di sampingnya. Mia berjuang menguatkan dirinya untuk menghadapi beberapa proses kemoterapi, sampai hampir seluruh energi yang telah ia persiapkan untuk membuat pertunjukan habis terpakai.
Pada suatu hari Mia mendatangi sebuah production house untuk memberikan naskah yang menjadi mimpi dan semangatnya itu kepada produser. Sang Produser tidak dapat ia temui. Dengan kecewa Mia pulang, tetapi ia menemukan sebuah pertunjukan kecil dari sebuah poster.
Mia masuk dan menonton pertunjukan itu. Mia terpaku pada seorang aktor tampan, David. Usai pertunjukan, Mia yang sedang bergegas pulang bertemu dengan David. Mia pun terus menjalin komunikasi dengan sang aktor. Ia mendapat bantuan untuk menyerahkan langsung naskah yang ia tulis kepada sang produser, Rama Sastra. Mereka berhasil membuat Rama setuju untuk membaca naskah tersebut, bahkan tergerak untuk membantu Mia mewujudkannya menjadi kenyataan.
Dengan dukungan penuh David, Wanita Bernuansa Pelangi, dan optimisme tinggi, Mia mulai kembali mengejar mimpinya, sampai harus terbaring diam di rumah sakit. Mia harus menjalani operasi pengangkatan sel kankernya. Usai melalui operasi yang sukses, Mia segera kembali mengejar impiannya.
[post_title] => I am Hope
[post_excerpt] =>
[post_status] => publish
[comment_status] => closed
[ping_status] => closed
[post_password] =>
[post_name] => i-am-hope
[to_ping] =>
[pinged] =>
[post_modified] => 2020-08-21 09:09:12
[post_modified_gmt] => 2020-08-21 09:09:12
[post_content_filtered] =>
[post_parent] => 0
[guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=1120
[menu_order] => 0
[post_type] => film
[post_mime_type] =>
[comment_count] => 0
[filter] => raw
)
WP_Post Object
(
[ID] => 1514
[post_author] => 3
[post_date] => 2020-08-29 08:15:05
[post_date_gmt] => 2020-08-29 08:15:05
[post_content] => Ini adalah kisah dua anak manusia yang meramu cinta di atas pentas pergelutan tanah kolonial awal abad 20. Inilah kisah Minke dan Annelies. Cinta yang hadir di hati Minke untuk Annelies, membuatnya mengalami pergulatan batin tak berkesudahan. Dia, pemuda pribumi, Jawa totok. Sementara Annelies, gadis Indo Belanda anak seorang Nyai. Bapak Minke yang baru saja diangkat jadi Bupati, tak pernah setuju Minke dekat dengan keluarga Nyai, sebab posisi Nyai di masa itu dianggap sama rendah dengan binatang peliharaan. Namun Nyai yang satu ini, Nyai Ontosoroh, ibunda Annelies, berbeda. Minke mengagumi segala pemikiran dan perjuangannya melawan keangkuhan hegemoni bangsa kolonial. Bagi Minke, Nyai Ontosoroh adalah cerminan modernisasi yang kala itu sedang memulai geliatnya. Ketika keangkuhan hukum kolonial mencoba merenggut paksa Annelies dari sisi Minke, Nyai Ontosoroh pula yang meletupkan semangat agar Minke terus maju dan memekikkan satu kata, “Lawan!”
[post_title] => Bumi Manusia
[post_excerpt] =>
[post_status] => publish
[comment_status] => closed
[ping_status] => closed
[post_password] =>
[post_name] => bumi-manusia
[to_ping] =>
[pinged] =>
[post_modified] => 2020-08-29 08:15:05
[post_modified_gmt] => 2020-08-29 08:15:05
[post_content_filtered] =>
[post_parent] => 0
[guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=1514
[menu_order] => 0
[post_type] => film
[post_mime_type] =>
[comment_count] => 0
[filter] => raw
)
WP_Post Object
(
[ID] => 1531
[post_author] => 3
[post_date] => 2020-08-29 10:28:36
[post_date_gmt] => 2020-08-29 10:28:36
[post_content] => Vina (Maizura), seorang remaja SMA yang berasal dari sebuah kota kecil di Jawa Barat, baru saja pindah ke SMA Negeri bergengsi di ibu kota Jakarta. Pada hari pertama di sekolah, Vina ditertawakan karena logat bicaranya dan juga diintimidasi oleh seorang siswa cowok. Beruntung, Vina ditolong dan dibantu beradaptasi oleh empat cewek dan seorang cowok yang disegani di sekolah. Ada Kris (Sheryl Sheinafia) sang pemimpin, Jessica (Agatha Pricilla) yang lucu dan terobsesi pada kecantikan, Gina (Zulfa Maharani) yang pemberani dan anak terkaya di grup, Suci (Lutesha) yang cantik dan misterius, serta Jojo (Baskara Mahendra) satu-satunya cowok dalam pertemanan mereka. Vina dengan cepat menjadi bagian dari geng mereka, yang lalu dikenal dengan nama GENG BEBAS. Kebersamaan mereka terusik saat terjadi peristiwa tragis yang menyebabkan keenam sahabat ini harus dipisahkan.
Semua kejadian di masa remaja ini terungkap ketika Vina dewasa (Marsha Timothy) bertemu kembali tanpa disengaja dengan Kris dewasa (Susan Bachtiar) di rumah sakit. Kris yang hidupnya divonis tidak akan lama lagi meminta Vina untuk mengumpulkan kembali Geng Bebas agar ia bisa bertemu semuanya untuk terakhir kali. Perjalanan Vina mencari kembali satu persatu sahabatnya, Jessica (Indy Barends), Jojo (Baim Wong), Gina (Widi Mulia), dan Suci yang misterius, mengantar kita ke kisah masa remaja Geng Bebas yang membuat mereka menyadari betapa kehidupan di masa dewasa telah membuat mereka lupa siapa mereka sebenarnya.
Sebuah kisah unik, lucu, dan mengharukan yang menggambarkan dua masa dalam satu film. Film BEBAS akan membawa kita pada nostalgia kisah cinta, patah hati, dan pertemanan yang abadi.
[post_title] => Bebas
[post_excerpt] =>
[post_status] => publish
[comment_status] => closed
[ping_status] => closed
[post_password] =>
[post_name] => bebas
[to_ping] =>
[pinged] =>
[post_modified] => 2020-08-30 12:44:12
[post_modified_gmt] => 2020-08-30 12:44:12
[post_content_filtered] =>
[post_parent] => 0
[guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=1531
[menu_order] => 0
[post_type] => film
[post_mime_type] =>
[comment_count] => 0
[filter] => raw
)
WP_Post Object
(
[ID] => 1924
[post_author] => 3
[post_date] => 2020-08-30 11:19:08
[post_date_gmt] => 2020-08-30 11:19:08
[post_content] => Setelah ayahnya, Panembahan Hanyokrowati meninggal, Raden Mas Rangsang yang masih remaja menggantikannya dan diberi gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma. Ini adalah sebuah tanggung jawab yang tidak mudah. Sultan Agung harus menyatukan adipati-adipati di tanah Jawa yang tercerai berai oleh politik VOC yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen, di bawah panji Mataram. Di sisi lain, ia harus mengorbankan pula cinta sejatinya kepada Lembayung dengan menikahi perempuan ningrat yang bukan pilihannya.
Kemarahan Sultan Agung kepada VOC memuncak ketika ia mengetahui bahwa VOC tidak memenuhi perjanjian dagang dengan Mataram dengan membangun kantor dagang di Batavia. Ia pun mengibarkan Perang Batavia sampai meninggalnya JP Coen dan runtuhnya benteng VOC. Selama perjuangan ini, Sultan Agung juga harus menghadapi berbagai pengkhianatan yang terjadi padanya.
[post_title] => Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta
[post_excerpt] =>
[post_status] => publish
[comment_status] => closed
[ping_status] => closed
[post_password] =>
[post_name] => sultan-agung-tahta-perjuangan-dan-cinta
[to_ping] =>
[pinged] =>
[post_modified] => 2020-09-14 10:15:54
[post_modified_gmt] => 2020-09-14 10:15:54
[post_content_filtered] =>
[post_parent] => 0
[guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=1924
[menu_order] => 0
[post_type] => film
[post_mime_type] =>
[comment_count] => 0
[filter] => raw
)
WP_Post Object
(
[ID] => 5014
[post_author] => 3
[post_date] => 2020-11-04 09:41:44
[post_date_gmt] => 2020-11-04 09:41:44
[post_content] => Sani Tawainella ingin menyelamatkan anak-anak di kampungnya dari konflik agama yang terjadi di Ambon melalui sepak bola. Di tengah kesulitan hidup serta pilihan antara keluarga atau tim sepak bolanya, Sani ditugaskan membawa timnya mewakili Maluku di kejuaraan nasional. Namun keputusannya membaurkan anak-anak yang berbeda agama dalam satu tim justru menyebabkan perpecahan.
[post_title] => Cahaya dari Timur: Beta Maluku
[post_excerpt] =>
[post_status] => publish
[comment_status] => closed
[ping_status] => closed
[post_password] =>
[post_name] => cahaya-dari-timur-beta-maluku
[to_ping] =>
[pinged] =>
[post_modified] => 2020-11-04 10:15:50
[post_modified_gmt] => 2020-11-04 10:15:50
[post_content_filtered] =>
[post_parent] => 0
[guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=5014
[menu_order] => 0
[post_type] => film
[post_mime_type] =>
[comment_count] => 0
[filter] => raw
)
WP_Post Object
(
[ID] => 5114
[post_author] => 3
[post_date] => 2020-11-04 17:22:43
[post_date_gmt] => 2020-11-04 17:22:43
[post_content] => Lahir dengan nama Kusno, dan karena sering sakit diganti oleh ayahnya dengan nama Soekarno. Besar harapan anak kurus itu menjelma menjadi ksatria dalam pewayangan layaknya tokoh Adipati Karno. Harapan bapaknya terpenuhi, umur 24 tahun Sukarno berhasil mengguncang podium, berteriak: Kita Harus Merdeka Sekarang!!! Akibatnya, dia harus dipenjara. Dituduh menghasut dan memberontak. Tapi keberanian Sukarno tidak pernah padam. Pledoinya yang sangat terkenal, Indonesia Menggugat, mengantarkannya ke pembuangan di Ende, lalu ke Bengkulu.
Di Bengkulu, Sukarno istirahat sejenak dari politik. Hatinya tertambat pada gadis muda bernama Fatmawati. Padahal Sukarno masih menjadi suami Inggit Garnasih, perempuan yang lebih tua 12 tahun dan selalu menjadi perisai baginya ketika di penjara maupun dalam pengasingan. Kini, Inggit harus rela melihat sang suami jatuh cinta. Di tengah kemelut rumah tangganya, Jepang datang mengobarkan perang Asia Timur Raya. Berahi politik Soekarno kembali bergelora.
Hatta dan Sjahrir, rival politik Sukarno, mengingatkan bahwa Jepang tidak kalah bengisnya dibanding Belanda. Tapi Sukarno punya keyakinan, Jika kita cerdik, kita bisa memanfaatkan Jepang untuk meraih kemerdekaan. Hatta terpengaruh, tetapi Sjahrir tidak. Kelompok pemuda progresif pengikut Sjahrir bahkan mencemooh Sukarno-Hatta sebagai kolaborator. Keyakinan Sukarno tak goyah.
Sekarang, kemerdekaan Indonesia terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945. Di atas kereta kuda, Haji Oemar Said (HOS) Cokroaminoto berwejang kepada Sukarno muda: Manusia itu sama misteriusnya dengan alam, tetapi jika kau bisa menggenggam hatinya, mereka akan mengikutimu. Kalimat ini selalu dipegang Sukarno sampai dia mewujudkan mimpinya: Indonesia Merdeka!
[post_title] => Soekarno: Indonesia Merdeka
[post_excerpt] =>
[post_status] => publish
[comment_status] => closed
[ping_status] => closed
[post_password] =>
[post_name] => soekarno-indonesia-merdeka
[to_ping] =>
[pinged] =>
[post_modified] => 2020-12-23 07:12:59
[post_modified_gmt] => 2020-12-23 07:12:59
[post_content_filtered] =>
[post_parent] => 0
[guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=5114
[menu_order] => 0
[post_type] => film
[post_mime_type] =>
[comment_count] => 0
[filter] => raw
)
WP_Post Object
(
[ID] => 5117
[post_author] => 3
[post_date] => 2020-11-04 17:34:05
[post_date_gmt] => 2020-11-04 17:34:05
[post_content] => Setelah hampir tiga tahun bekerja di sebuah lembaga konservasi di wilayah Jambi, Butet Manurung telah menemukan hidup yang diinginkannya, mengajarkan baca tulis dan menghitung kepada anak-anak masyarakat suku anak dalam, yang dikenal sebagai Orang Rimba, yang tinggal di hulu sungai Makekal di hutan bukit Duabelas.
Hingga suatu hari Butet terserang demam malaria di tengah hutan, seorang anak tak dikenal datang menyelamatkannya. Nyungsang Bungo nama anak itu, berasal dari Hilir sungai Makekal, yang jaraknya sekitar 7 jam perjalanan untuk bisa mencapai hulu sungai, tempat Butet mengajar. Diam-diam Bungo telah lama memperhatikan Ibu guru Butet mengajar membaca. Ia membawa segulung kertas perjanjian yang telah di’cap jempol’ oleh kepala adatnya, sebuah surat persetujuan orang desa mengeksploitasi tanah adat mereka. Bungo ingin belajar membaca dengan Butet agar dapat membaca surat perjanjian itu.
Pertemuan dengan Bungo menyadarkan Butet untuk memperluas wilayah kerjanya ke arah hilir sungai Makekal. Namun keinginannya itu tidak mendapatkan restu baik dari tempatnya bekerja, maupun dari kelompok rombong Bungo yang masih percaya bahwa belajar baca tulis bias membawa malapetaka bagi mereka.
Namun melihat keteguhan hati Bungo dan kecerdasannya membuat Butet mencari segala cara agar ia bisa tetap mengajar Bungo, hingga malapetaka yang ditakuti oleh Kelompok Bungo betul-betul terjadi. Butet terpisahkan dari masyarakat Rimba yang dicintainya.
[post_title] => Sokola Rimba
[post_excerpt] =>
[post_status] => publish
[comment_status] => closed
[ping_status] => closed
[post_password] =>
[post_name] => sokola-rimba
[to_ping] =>
[pinged] =>
[post_modified] => 2020-11-04 17:38:13
[post_modified_gmt] => 2020-11-04 17:38:13
[post_content_filtered] =>
[post_parent] => 0
[guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=5117
[menu_order] => 0
[post_type] => film
[post_mime_type] =>
[comment_count] => 0
[filter] => raw
)
WP_Post Object
(
[ID] => 7199
[post_author] => 3
[post_date] => 2020-12-22 11:42:14
[post_date_gmt] => 2020-12-22 11:42:14
[post_content] => Rudy Habibie, ahli pesawat terbang, punya mimpi besar: membuat truk terbang untuk menyatukan Indonesia. Ainun, dokter muda cerdas yang dengan jalur karir terbuka lebar.
Pada 1962, dua kawan SMP ini bertemu lagi di Bandung. Habibie jatuh cinta seketika pada Ainun. Ainun tak hanya jatuh cinta, dia beriman pada visi dan mimpi Habibie. Mereka menikah dan terbang ke Jerman.
Cinta mereka terbangun dalam perjalanan mewujudkan mimpi. Dinginnya salju Jerman, pengorbanan, rasa sakit, kesendirian serta godaan harta dan kuasa saat mereka kembali ke Indonesia mengiringi perjalanan dua hidup menjadi satu.
[post_title] => Habibie & Ainun
[post_excerpt] =>
[post_status] => publish
[comment_status] => closed
[ping_status] => closed
[post_password] =>
[post_name] => habibie-ainun
[to_ping] =>
[pinged] =>
[post_modified] => 2020-12-22 11:42:14
[post_modified_gmt] => 2020-12-22 11:42:14
[post_content_filtered] =>
[post_parent] => 0
[guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=7199
[menu_order] => 0
[post_type] => film
[post_mime_type] =>
[comment_count] => 0
[filter] => raw
)
WP_Post Object
(
[ID] => 7343
[post_author] => 3
[post_date] => 2020-12-22 15:17:12
[post_date_gmt] => 2020-12-22 15:17:12
[post_content] => Awalnya adalah persahabatan seorang bocah muslim Bernama Samihi, 11 tahun dan Wayan Manik, 12 tahun bocah Hindu di Singaraja. Mereka saling bertemu dan tumbuh bersama, mengikat persahabatan karena sama-sama punya ketakutan besar dan duka dalam hidupnya Samihi punya ketakutan terhadap air, laut dan alam bebas, karena sejak kecil Ia dilarang orang tuanya mendekati air, sungai, laut dan alam yang bisa mengancam keselamatan dirinya. Ia tidak bisa renang, takut ke laut. Padahal dua hal ini yang menjadi permainan anak Singaraja. Sementara Wayan Manik, punya trauma terhadap kekerasan yang dialaminya sejaka lama, yang dilakukan pria asing bernama Andrew Kemiskinan membuat Wayan Manik tak bisa sekolah dan tak bisa menikmati masa kanak-kanaknya.
Ia harus bekerja keras sebagai pemandu tur lumba-lumba di pantai Lovina. Ia hanya tinggal dengan ibunya yang sakit sakitan. Keadaan ini yang memerangkapnya ke dalam situasi buruk yang traumatik. Ia menjadi korban pedofilia laki-laki asing bernama Andrew. Hidup Wayan Manik pun menjadi kelam. Ia menyimpan duka dan kemarahan. Kepada Samihi lah duka dan kemarahan itu ia ungkapkan. Samihi sudah dianggap sebagai sahabat sejati yang akan menjaga rahasianya. Sampai suatu hari, Samihi terpaksa membuka rahasia hidup Wayan Manik kepada ketua adat Bali, karena Wayan Manik terancam bahaya. Di sinilah Wayan Manik kecewa pada Samihi yang dianggapnya melupakan janji dan persahabatan mereka. Duka dan kesedihan Wayan Manik bertambah ketika mendapat berita ayahnya meninggal dalam peristiwa bom Bali Legian yang menewaskan 200 orang.
Aibnya terbuka, ditinggal mati orang tua membuat Wayan Manik tak tahan lagi tinggal di Desa Kaliasem Film 'Rumah Di Seribu Ombak' bertutur tentang persahabatan dua anak yang sama sama punya trauma dan rahasia besar pada masa lalu. Mereka saling membantu untuk bisa membalikkan trauma itu menjadi keberhasilan.
[post_title] => Rumah di Seribu Ombak
[post_excerpt] =>
[post_status] => publish
[comment_status] => closed
[ping_status] => closed
[post_password] =>
[post_name] => rumah-di-seribu-ombak
[to_ping] =>
[pinged] =>
[post_modified] => 2020-12-22 15:17:12
[post_modified_gmt] => 2020-12-22 15:17:12
[post_content_filtered] =>
[post_parent] => 0
[guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=7343
[menu_order] => 0
[post_type] => film
[post_mime_type] =>
[comment_count] => 0
[filter] => raw
)
WP_Post Object
(
[ID] => 7347
[post_author] => 3
[post_date] => 2020-12-22 15:28:30
[post_date_gmt] => 2020-12-22 15:28:30
[post_content] => Kisah renungan uskup pertama asli Indonesia, Monsinyur A Soegijapranata SJ, sejak ditahbiskan hingga berakhirnya perang melawan Belanda (1940-1949). Satu dasawarsa penuh gejolak ini ditandai dengan akhir penjajahan Belanda, masuk dan berlangsungnya penjajahan Jepang, proklamasi kemerdekaan RI, dan kembalinya Belanda yang ingin menguasai Indonesia. Peristiwa-peristiwa ini tidak saja membuat Soegija menuliskan renungan berupa catatan harian penuh makna, tapi juga harus bertindak untuk mengatasi kekacauan yang berakibat pada penderitaan rakyat. Ia mencoba berperan di tingkat lokal maupun politik nasional dan internasional. Tidak mengherankan, bila Presiden Soekarno memberi penghargaan dengan gelar Pahlawan Nasional. Untuk bisa menggambarkan peran tadi, film ini banyak menampilkan tokoh-tokoh nyata tapi difiksikan baik dari Indonesia, Jepang, Belanda, sipil maupun militer dalam peristiwa-peristiwa keseharian yang direkonstruksi dengan cukup detil. Kesemuanya menekankan bahwa kemanusiaan lah yang unggul.
[post_title] => Soegija
[post_excerpt] =>
[post_status] => publish
[comment_status] => closed
[ping_status] => closed
[post_password] =>
[post_name] => soegija
[to_ping] =>
[pinged] =>
[post_modified] => 2020-12-22 15:28:30
[post_modified_gmt] => 2020-12-22 15:28:30
[post_content_filtered] =>
[post_parent] => 0
[guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=7347
[menu_order] => 0
[post_type] => film
[post_mime_type] =>
[comment_count] => 0
[filter] => raw
)
WP_Post Object
(
[ID] => 7430
[post_author] => 3
[post_date] => 2020-12-22 18:10:23
[post_date_gmt] => 2020-12-22 18:10:23
[post_content] => Tan Kat Sun, pemeluk Konghucu/Buddha dan pemilik restoran masakan Tiongkok yang sudah sakit-sakitan, sangat sadar lingkungan, hingga cara masak dan peralatan masak dipisah secara tajam antara yang halal dan non-halal. Ia bermasalah dengan anaknya, Ping Hen alias Hendra, yang memiliki visi tersendiri dalam bisnis.
Soleh, Islam dan pengangguran yang rajin menjalankan ibadah, selalu gundah akan keadaan dirinya, sementara istrinya, Menuk, yang berjilbab bekerja di restoran Tan Kat Sun. Menuk yang praktis menjadi tiang keluarga, tampil sebagai istri teladan.
Rika, janda berputra tunggal, meneruskan usaha keluarga: toko buku. Atas pilihannya sendiri, ia belajar agama Katolik dan ingin dibaptis, sementara mendorong putranya untuk memperdalam agama Islam di masjid setempat. Ia juga bersahabat dengan Surya, yang bercita-cita menjadi aktor hebat tapi bernasib masih mendapat kesempatan peran-peran kecil. Saking tidak punya uang, ia menginap di masjid.
Kisah yang berputar pada permasalahan masing-masing keluarga dan perorangan tadi, berkelindan dengan masalah sosial masyarakat: kebencian antaretnis/agama, radikalisme agama dalam bentuk peristiwa penusukan pastor dan bom di gereja, perusakan restoran, juga usaha-usaha untuk menengahinya.
[post_title] => ?
[post_excerpt] =>
[post_status] => publish
[comment_status] => closed
[ping_status] => closed
[post_password] =>
[post_name] => tanda-tanya
[to_ping] =>
[pinged] =>
[post_modified] => 2020-12-22 18:10:23
[post_modified_gmt] => 2020-12-22 18:10:23
[post_content_filtered] =>
[post_parent] => 0
[guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=7430
[menu_order] => 0
[post_type] => film
[post_mime_type] =>
[comment_count] => 0
[filter] => raw
)
WP_Post Object
(
[ID] => 7437
[post_author] => 3
[post_date] => 2020-12-22 18:24:04
[post_date_gmt] => 2020-12-22 18:24:04
[post_content] => Wahyu memiliki kemampuan luar biasa dalam bermain sepakbola. Ia tinggal di Desa Langitan di lereng gunung Bromo bersama ayahnya, penjual minuman hangat di kawasan wisata gunung api itu, dan ibunya. Demi membahagiakan orangtuanya, Wahyu memanfaatkan keahliannya dalam bermain bola dengan menjadi pemain sewaan dan bermain bola dari satu tim desa ke tim desa lain dengan bantuan Hasan, pamannya. Pak Darto, ayah Wahyu sangat tidak menyukai apa yang dilakukan anaknya.
Keahlian istimewanya tak sengaja dilihat oleh pelatih Timo yang tengah hiking bersama Matias di lereng Bromo. Timo kemudian menawari Wahyu untuk datang ke Malang dan menjalani tes bersama Persema Malang. Berbagai ujian dalam meraih kesempatan emas bermain bersama Irfan Bachdim dan Kim Kurniawan di Persema mendapat banyak halangan. Selain harus memilih antara cintanya kepada Indah dan impiannya untuk bermain bola di jenjang yang lebih tinggi, Wahyu juga harus mampu meyakinkan Pak Darto. Belum lagi ternyata Hasan memiliki kepentingannya sendiri terhadap Wahyu.
Selain berbagai rintangan yang harus ia hadapi, layaknya seorang pemain bola sebelum mencetak gol, Wahyu juga harus menghadapi tantangan terakhir dari dirinya sendiri. Sebuah penyakit yang biasa menyerang anak-anak usia enam belas tahun seperti Wahyu.
[post_title] => Tendangan dari Langit
[post_excerpt] =>
[post_status] => publish
[comment_status] => closed
[ping_status] => closed
[post_password] =>
[post_name] => tendangan-dari-langit
[to_ping] =>
[pinged] =>
[post_modified] => 2020-12-22 18:24:04
[post_modified_gmt] => 2020-12-22 18:24:04
[post_content_filtered] =>
[post_parent] => 0
[guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=7437
[menu_order] => 0
[post_type] => film
[post_mime_type] =>
[comment_count] => 0
[filter] => raw
)
WP_Post Object
(
[ID] => 7544
[post_author] => 3
[post_date] => 2020-12-23 04:28:11
[post_date_gmt] => 2020-12-23 04:28:11
[post_content] => Bekerja sebagai wartawan freelance dan terobsesi jadi penyair, Rosid yang lahir di keluarga Muslim yang taat memang terlihat santai menjalani hidup dengan gayanya sendiri. Itulah yang menarik bagi Delia yang beragama Katolik dan aktivis kampus. Keduanya mempertahankan keyakinannya masing-masing tetapi saling mengagumi satu sama lain. Sayangnya orangtua masing-masing tidak setuju. Ayah-ibu Delia terang-terangan menolak, sedangkan ayah-ibu Rosid menjodohkannya dengan gadis berjilbab yang soleh, Nabila. Selain itu Rosid juga dipertanyakan keagamaannya karena tidak bersedia memakai peci dan baju koko yang dianggapnya hanya meneruskan tradisi belaka.
[post_title] => 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta
[post_excerpt] =>
[post_status] => publish
[comment_status] => closed
[ping_status] => closed
[post_password] =>
[post_name] => 3-hati-dua-dunia-satu-cinta
[to_ping] =>
[pinged] =>
[post_modified] => 2020-12-23 04:28:11
[post_modified_gmt] => 2020-12-23 04:28:11
[post_content_filtered] =>
[post_parent] => 0
[guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=7544
[menu_order] => 0
[post_type] => film
[post_mime_type] =>
[comment_count] => 0
[filter] => raw
)