Sejak kecil Ramadhan terpaksa berpisah dengan kedua orang tuanya ketika Abuya dan Umi mengirimkannya ke sebuah pesantren yang dipimpin oleh Ustadz Athar. Hidup jauh dari orang tua tak membuat kenakalan Ramadhan berkurang. Akibatnya ia sering dihukum ustadz Athar, diantaranya melakukan dakwah di kuburan dan tempat-tempat yang ramai. Hukuman ini terpaksa mereka jalani meskipun harus menghadapi celaan, hinaan, bahkan terkadang ancaman.
Hidup Ramadhan dewasa berubah saat ustadz Athar menyampaikan kabar yang mengharukan. Ternyata selama ini biaya belajarnya dibayar oleh Abuya dengan mendonorkan ginjal pada ustadz Athar yang memang sakit-sakitan. Kenyataan ini sangat memukul dan menyadarkan Ramadhan. Ia pun bercita-cita senantiasa membaktikan ilmunya.
Akan tetapi godaan tetap datang yang membuat Ramadhan di persimpangan jalan. Dia bertemu Kirana, dan berhubungan semakin dekat. Namun perkenalan dengan Kirana menyisakan rasa cemburu Nayla, yang sudah menjadi teman akrab Ramadhan sejak kecil. Selain itu, keinginan lama Ramadhan untuk menjadi artis pun bangkit kembali. Tanpa menghiraukan perasaan ustadz Athar dan kedua orang tuanya, Ramadhan mencoba merantau ke Jakarta.
Sementara itu Umi yang sakit-sakitan terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya kehilangan kemampuan bicara, sedangkan Abuya sudah kehilangan satu ginjalnya demi masa depan Ramadhan. Peristiwa demi peristiwa membenturkan Ramadhan pada kenyataan kehidupan.