Arsip Festival Film Indonesia

Yadi Sugandi

15 September 1958

Yadi Sugandi adalah seorang fotografer, sinematografer, sutradara, dan aktor berkebangsaan Indonesia. Sebelumnya ia berprofesi sebagai fotografer pernikahan.

 

Debutnya sebagai penata kamera diawali di film Kuldesak (1997). Ia kemudian dikenal secara luas sebagai sutradara trilogi film Merah Putih (2009), Darah Garuda (2010), dan Hati Merdeka (2011), serta sinematografer pada film-film Petualangan Sherina, Laskar Pelangi, Sang Penari, dan Athirah.

 

Semenjak era kebangkitan perfilman Indonesia pada 2004 hingga saat ini, Yadi Sugandi masuk dalam jajaran elit "Empat Besar" Sinematografer Terbaik yang namanya diperhitungkan pada setiap penyelenggaraan Festival Film Indonesia; bersama Ipung Rachmat Syaiful, Yudi Datau, dan Ical Tanjung. Yadi telah tujuh kali masuk nominasi dan memenangkannya pada 2011 lewat film ? (Tanda Tanya) arahan sutradara Hanung Bramantyo.

1 Piala 3 Nominasi

    WP_Post Object ( [ID] => 44 [post_author] => 2 [post_date] => 2020-07-17 06:47:10 [post_date_gmt] => 2020-07-17 06:47:10 [post_content] => Karena kegigihannya dan sang suami, mereka membangun bisnis keluarga dari nol hingga sukses di Makassar. Keluarga yang harmonis ini kerap menghabiskan waktu berdiskusi bersama di meja makan dengan hidangan khas Sulawesi Selatan. [post_title] => Athirah [post_excerpt] => [post_status] => publish [comment_status] => open [ping_status] => open [post_password] => [post_name] => athirah [to_ping] => [pinged] => [post_modified] => 2020-08-25 16:35:25 [post_modified_gmt] => 2020-08-25 16:35:25 [post_content_filtered] => [post_parent] => 0 [guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?p=44 [menu_order] => 0 [post_type] => film [post_mime_type] => [comment_count] => 0 [filter] => raw )
  • 2010 Nominasi Pengarah Sinematografi Terbaik Athirah
  • WP_Post Object ( [ID] => 7430 [post_author] => 3 [post_date] => 2020-12-22 18:10:23 [post_date_gmt] => 2020-12-22 18:10:23 [post_content] => Tan Kat Sun, pemeluk Konghucu/Buddha dan pemilik restoran masakan Tiongkok yang sudah sakit-sakitan, sangat sadar lingkungan, hingga cara masak dan peralatan masak dipisah secara tajam antara yang halal dan non-halal. Ia bermasalah dengan anaknya, Ping Hen alias Hendra, yang memiliki visi tersendiri dalam bisnis.   Soleh, Islam dan pengangguran yang rajin menjalankan ibadah, selalu gundah akan keadaan dirinya, sementara istrinya, Menuk, yang berjilbab bekerja di restoran Tan Kat Sun. Menuk yang praktis menjadi tiang keluarga, tampil sebagai istri teladan.   Rika, janda berputra tunggal, meneruskan usaha keluarga: toko buku. Atas pilihannya sendiri, ia belajar agama Katolik dan ingin dibaptis, sementara mendorong putranya untuk memperdalam agama Islam di masjid setempat. Ia juga bersahabat dengan Surya, yang bercita-cita menjadi aktor hebat tapi bernasib masih mendapat kesempatan peran-peran kecil. Saking tidak punya uang, ia menginap di masjid.   Kisah yang berputar pada permasalahan masing-masing keluarga dan perorangan tadi, berkelindan dengan masalah sosial masyarakat: kebencian antaretnis/agama, radikalisme agama dalam bentuk peristiwa penusukan pastor dan bom di gereja, perusakan restoran, juga usaha-usaha untuk menengahinya. [post_title] => ? [post_excerpt] => [post_status] => publish [comment_status] => closed [ping_status] => closed [post_password] => [post_name] => tanda-tanya [to_ping] => [pinged] => [post_modified] => 2020-12-22 18:10:23 [post_modified_gmt] => 2020-12-22 18:10:23 [post_content_filtered] => [post_parent] => 0 [guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=7430 [menu_order] => 0 [post_type] => film [post_mime_type] => [comment_count] => 0 [filter] => raw )
  • 2010 Pemenang Tata Sinematografi Terbaik ?
  • WP_Post Object ( [ID] => 7422 [post_author] => 3 [post_date] => 2020-12-22 17:57:29 [post_date_gmt] => 2020-12-22 17:57:29 [post_content] => Sebuah cerita cinta yang terjadi di sebuah desa miskin Jawa Tengah pada pertengahan 1960-an. Rasus, seorang tentara muda, menyusuri kampung halamannya, mencari cintanya yang hilang: Srintil.   Ketika keduanya masih sangat muda dan saling jatuh cinta di kampung mereka yang kecil dan miskin, Dukuh Paruk, sesuatu menghalangi cinta mereka. Kemampuan menari Srintil yang magis membuat para tetua dukuh percaya bahwa Srintil adalah titisan ronggeng.   Ketika Srintil menyiapkan diri untuk tugasnya, ia menyadari bahwa menjadi ronggeng tidak hanya berarti menjadi pilihan dukuhnya di pentas-pentas tari. Srintil akan menjadi milik semua warga Dukuh Paruk. Hal ini menempatkan Rasus pada sebuah dilema. Ia merasa cintanya dirampas dan dalam keputusasaan ia meninggalkan dukuhnya untuk menjadi tentara.   Zaman bergerak. Rasus harus memilih: loyal kepada negara atau cintanya kepada Srintil. Ketika Rasus berada dalam dilema, ia sudah kehilangan jejak kekasihnya. Pencariannya tidak mudah dan baru membuahkan hasil sepuluh tahun kemudian. [post_title] => Sang Penari [post_excerpt] => [post_status] => publish [comment_status] => closed [ping_status] => closed [post_password] => [post_name] => sang-penari [to_ping] => [pinged] => [post_modified] => 2020-12-22 17:59:18 [post_modified_gmt] => 2020-12-22 17:59:18 [post_content_filtered] => [post_parent] => 0 [guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=7422 [menu_order] => 0 [post_type] => film [post_mime_type] => [comment_count] => 0 [filter] => raw )
  • 2010 Nominasi Tata Sinematografi Terbaik Sang Penari
  • WP_Post Object ( [ID] => 7562 [post_author] => 3 [post_date] => 2020-12-23 05:02:38 [post_date_gmt] => 2020-12-23 05:02:38 [post_content] => Mayang dipaksa ayahnya berangkat ke Hong Kong sebagai tenaga kerja wanita di samping bertugas mencari adiknya, Sekar, yang tidak ada kabar beritanya setelah sekian lama menjadi buruh migran juga. Penuh dengan ketidaktahuan dan rasa takut ia belajar dan bekerja sekaligus bertahan hidup di keluarga yang bersikap baik terhadapnya. Di waktu-waktu lowong dan libur ia selalu mencari kabar tentang adiknya. Dari teman-teman dan dari Gandi, pegawai Kedutaan RI yang bertugas mengurusi buruh migran, juga dari Vincent, yang naksir Mayang, sedikit demi sedikit mulai terkuak keberadaan Sekar. Ternyata sang adik terjerat hutang dan tidak mampu membayar, hingga dia melakukan apa saja agar bisa mendapat uang untuk pembayar hutang dan bertahan hidup. Kesulitannya adalah Sekar “malu” untuk ditolong dan memilih bersembunyi dari kawan-kawannya yang biasa berumpul setiap Minggu pagi di taman Victoria Park. Jelujuran kisah utama ini dihiasi juga dengan penggambaran kehidupan para tenaga kerja wanita di Hong Kong dengan beragam masalah pribadi masing-masing: ditipu pacar, jeratan iming-iming kredit barang, lesbianisme dll. [post_title] => Minggu Pagi di Victoria Park [post_excerpt] => [post_status] => publish [comment_status] => closed [ping_status] => closed [post_password] => [post_name] => minggu-pagi-di-victoria-park [to_ping] => [pinged] => [post_modified] => 2020-12-23 05:02:38 [post_modified_gmt] => 2020-12-23 05:02:38 [post_content_filtered] => [post_parent] => 0 [guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=7562 [menu_order] => 0 [post_type] => film [post_mime_type] => [comment_count] => 0 [filter] => raw )
  • 2010 Nominasi Tata Sinematografi Terbaik Minggu Pagi di Victoria Park