Sabrang Mowo Damar Panuluh lebih dikenal sebagai Noe (lahir di Yogyakarta) adalah vokalis dan keyboardis band Letto (posisi keyboardis hingga 2014 sebelum masuknya Widi).
Setelah kembali ke tanah air dan bertemu kembali dengan kawan-kawan karibnya, Noe sering bermain musik di studio Kiai Kanjeng, grup musik pimpinan Novi Budianto yang selalu menjadi partner dan sahabat Cak Nun, ayahnya. Dari studio Kiai Kanjeng, Noe bisa mengerti bagaimana mixing, mastering memproduksi dan menulis musik. Noe mulai menulis lirik lagu, yang akhirnya banyak tertuang dalam album perdana Letto, Truth, Cry, and Lie.
Pada tahun 2004, Musica tertarik pada lagu yang ditawarkan Noe dan kawan-kawannya. Barulah mereka membentuk band yang diberi nama Letto. Pada tahun 2006, Letto mengeluarkan debut album berjudul Truth, Cry, and Lie. Keseriusan bermusik membuahkan double platinum bagi Letto. Kesuksesan itu memacu Letto untuk membuat album kedua, "Don't Make Me Sad" (2007).
Sejak 10 Juni 2008 mendirikan Production House Pic[k]Lock Productions bersama Dewi Umaya Rachman. Film perdananya Minggu Pagi di Victoria Park dirilis 10 Juni 2010. Film kedua mereka; RAYYA, Cahaya Di Atas Cahaya ditulis oleh bapaknya sendiri Emha Ainun Nadjib dan Viva Westi. Pada tahun 2015, Pic[k]Lock Productions bekerja sama dengan Yayasan Keluarga Besar H.O.S. Tjokroaminoto dan MSH Films meluncurkan Guru Bangsa Tjokroaminoto yang disutradarai oleh Garin Nugroho.
WP_Post Object
(
[ID] => 7562
[post_author] => 3
[post_date] => 2020-12-23 05:02:38
[post_date_gmt] => 2020-12-23 05:02:38
[post_content] => Mayang dipaksa ayahnya berangkat ke Hong Kong sebagai tenaga kerja wanita di samping bertugas mencari adiknya, Sekar, yang tidak ada kabar beritanya setelah sekian lama menjadi buruh migran juga. Penuh dengan ketidaktahuan dan rasa takut ia belajar dan bekerja sekaligus bertahan hidup di keluarga yang bersikap baik terhadapnya. Di waktu-waktu lowong dan libur ia selalu mencari kabar tentang adiknya. Dari teman-teman dan dari Gandi, pegawai Kedutaan RI yang bertugas mengurusi buruh migran, juga dari Vincent, yang naksir Mayang, sedikit demi sedikit mulai terkuak keberadaan Sekar. Ternyata sang adik terjerat hutang dan tidak mampu membayar, hingga dia melakukan apa saja agar bisa mendapat uang untuk pembayar hutang dan bertahan hidup. Kesulitannya adalah Sekar “malu” untuk ditolong dan memilih bersembunyi dari kawan-kawannya yang biasa berumpul setiap Minggu pagi di taman Victoria Park. Jelujuran kisah utama ini dihiasi juga dengan penggambaran kehidupan para tenaga kerja wanita di Hong Kong dengan beragam masalah pribadi masing-masing: ditipu pacar, jeratan iming-iming kredit barang, lesbianisme dll.
[post_title] => Minggu Pagi di Victoria Park
[post_excerpt] =>
[post_status] => publish
[comment_status] => closed
[ping_status] => closed
[post_password] =>
[post_name] => minggu-pagi-di-victoria-park
[to_ping] =>
[pinged] =>
[post_modified] => 2020-12-23 05:02:38
[post_modified_gmt] => 2020-12-23 05:02:38
[post_content_filtered] =>
[post_parent] => 0
[guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=7562
[menu_order] => 0
[post_type] => film
[post_mime_type] =>
[comment_count] => 0
[filter] => raw
)
-
2010
Nominasi Film Terbaik
Minggu Pagi di Victoria Park