Arsip Festival Film Indonesia

Rako Prijanto

4 Mei 1973

Rako Prijanto mengawali karier dengan menjadi asisten sutradara Rudy Soedjarwo dan Riri Riza. Selain itu, ia pernah bermain dalam film Tragedi pada tahun 2001. Pada tahun 2002, Rako Prijanto dipercaya oleh Mira Lesmana untuk membuat puisi cinta Rangga di film Ada Apa dengan Cinta (2002). Puisi ini kemudian populer di kalangan anak muda, yang segera mengenali puisi tersebut sebagai penggalan adegan film Ada Apa dengan Cinta.

 

Pada April tahun 2014, diumumkan bahwa Rako Prijanto bekerjasama dengan rumah produksi bernama Oreima Pictures, akan mengerjakan tiga proyek film panjang. Proyek pertama yang diumumkan berjudul 3 Nafas Likas, berdasarkan naskah karya Titien Watimena dan dibintangi oleh Atiqah Hasiholan, Vino G. Bastian, Tutie Kirana, Marissa Anita, dan Mario Irwinsyah.

 

3 Nafas Likas akan memulai syuting pada akhir April 2014, selama kurang lebih satu setengah bulan. 3 Nafas Likas mengambil lokasi syuting di Sumatra Utara, Jakarta dan Ottawa Kanada. Film ini rencananya akan dirilis pada bulan September 2014.

1 Piala 1 Nominasi

    WP_Post Object ( [ID] => 5074 [post_author] => 3 [post_date] => 2020-11-04 11:24:14 [post_date_gmt] => 2020-11-04 11:24:14 [post_content] => Kisah dalam film ini berlatar beberapa periode waktu, mulai dari era 1930-an hingga ke tahun 2000. Juga melalui beberapa kejadian penting di Indonesia, mulai dari perang kemerdekaan, pergolakan revolusi di era 1960'an, hingga masa kejayaan perekonomian Indonesia. Cerita dalam film ini berlatar di tiga lokasi; tujuh kota di Sumatra Utara, Jakarta, hingga ke Ottawa, Kanada.   Bercerita tentang seorang perempuan istimewa bernama Likas, yang menjalani kehidupan luar biasa. Likas kemudian berhasil meraih berbagai pencapaian dan keberhasilan, karena ia memegang teguh tiga janji yang pernah diucapkannya kepada tiga orang terpenting dalam hidupnya. Janji-janji itulah yang selalu berada di setiap tarikan napasnya. Nafas yang memberikan ruh dan semangat dalam setiap tindakan, serta keputusannya. Keputusan yang lahir atas janjinya untuk terus berjuang dan berlandaskan kerinduannya akan cinta. [post_title] => 3 Nafas Likas [post_excerpt] => [post_status] => publish [comment_status] => closed [ping_status] => closed [post_password] => [post_name] => 3-nafas-likas [to_ping] => [pinged] => [post_modified] => 2020-11-04 14:05:35 [post_modified_gmt] => 2020-11-04 14:05:35 [post_content_filtered] => [post_parent] => 0 [guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=5074 [menu_order] => 0 [post_type] => film [post_mime_type] => [comment_count] => 0 [filter] => raw )
  • 2014 Nominasi Sutradara Terbaik 3 Nafas Likas
  • WP_Post Object ( [ID] => 7184 [post_author] => 3 [post_date] => 2020-12-22 11:10:13 [post_date_gmt] => 2020-12-22 11:10:13 [post_content] => Pendudukan Jepang ternyata tidak lebih baik dari Belanda. Jepang mulai melarang pengibaran bendera merah putih, melarang lagu Indonesia Raya dan memaksa rakyat Indonesia untuk melakukan Sekerei (menghormat kepada Matahari). KH Hasyim Asyari sebagai tokoh besar agamis saat itu menolak untuk melakukan Sekerei karena beranggapan bahwa tindakan itu menyimpang dari aqidah agama Islam. Menolak karena sebagai umat Islam, hanya boleh menyembah kepada Allah SWT. Karena tindakannya yang berani itu, Jepang menangkap KH Hasyim Asyari.   KH Wahid Hasyim, salah satu putra dia mencari jalan diplomasi untuk membebaskan KH Hasyim Asyari. Berbeda dengan Harun, salah satu santri KH Hasyim Asyari yang percaya cara kekerasanlah yang dapat menyelesaikan masalah tersebut. Harun menghimpun kekuatan santri untuk melakukan demo menuntut kebebasan KH Hasyim Asyari. Tetapi harun salah karena cara tersebut malah menambah korban berjatuhan.   Dengan cara damai KH Wahid Hasyim berhasil memenangkan diplomasi terhadap pihak Jepang dan KH Hasyim Asyari berhasil dibebaskan. Ternyata perjuangan melawan Jepang tidak berakhir sampai disini. Jepang memaksa rakyat Indonesia untuk melimpahkan hasil bumi. Jepang menggunakan Masyumi yang diketuai KH. Hasyim Asy'ari untuk menggalakkan bercocok tanam. Bahkan seruan itu terselip di ceramah sholat Jum'at. Ternyata hasil tanam rakyat tersebut harus disetor ke pihak Jepang. Padahal saat itu rakyat sedang mengalami krisis beras, bahkan lumbung pesantren pun nyaris kosong. Harun melihat masalah ini secara harfiah dan merasa bahwa KH. Hasyim Asy'ari mendukung Jepang, hingga ia memutuskan untuk pergi dari pesantren.   Jepang kalah perang, Sekutu mulai datang. Soekarno sebagai presiden saat itu mengirim utusannya ke Tebuireng untuk meminta KH Hasyim Asyari membantu mempertahankan kemerdekaan. KH Hasyim Asyari menjawab permintaan Soekarno dengan mengeluarkan Resolusi Jihad yang kemudian membuat barisan santri dan masa penduduk Surabaya berduyun duyun tanpa rasa takut melawan sekutu di Surabaya. Gema resolusi jihad yang didukung oleh semangat spiritual keagamaan membuat Indonesia berani mati.   Di Jombang, Sarinah membantu barisan santri perempuan merawat korban perang dan mempersiapkan ransum. Barisan laskar santri pulang dalam beberapa truk ke Tebuireng. KH Hasyim Asyari menyambut kedatangan santri- santrinya yang gagah berani, tetapi air mata mengambang di matanya yang nanar. [post_title] => Sang Kiai [post_excerpt] => [post_status] => publish [comment_status] => closed [ping_status] => closed [post_password] => [post_name] => sang-kiai [to_ping] => [pinged] => [post_modified] => 2020-12-22 11:10:13 [post_modified_gmt] => 2020-12-22 11:10:13 [post_content_filtered] => [post_parent] => 0 [guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=7184 [menu_order] => 0 [post_type] => film [post_mime_type] => [comment_count] => 0 [filter] => raw )
  • 2014 Pemenang Sutradara Terbaik Sang Kiai