Arsip Festival Film Indonesia

Raam Punjabi

6 Oktober 1943

Pria kelahiran Surabaya ini mengawali karirnya sebagai pegawai perusahaan tekstil (1962-1963) dan usaha sendiri di bidang impor (1964-1969) ini jadi direktur pemasaran PT. Panorama Film (1971-1976). Sejak itu terus terlibat dalam urusan film. Antara lain mendirikan Parkit Film (mulai 1981) dan sejak 1990 bergerak pula di sinetron lewat Multivision Plus. Menghasilkan serial yang amat panjang Gara-gara dengan bintang Lydia Kandou dan Jimmy Gideon. Atau drama seri yang juga panjang, Bella Vista I, II dan III. Film bioskopnya tergolong laku, sebab kebanyakan dari Warkop DKI (Dono, dan kawan-kawan).

 

Dua kali meraih piala khusus "H. Antemas" untuk Pintar-pintar Bodoh (1981) dan Maju Kena Mundur Kena (1983) sebagai film paling laris. Tapi ia membuat pula film bermutu, seperti calon film terbaik FFI 1987 Cintaku Dirumah Susun, dan yang menghasilkan Citra buat Lydia Kandou pada FFI 1991, Boneka Dari Indiana. Seri Lika Liku Laki Laki yang dibawakan pelawak Komar dan Ria Irawan, masuk nominasi atau meraih piala pada Festival Sinetron Indonesia. Raam juga aktif dalam organisasi PPFI, sebagai wakil ketua bidang luar negeri & festival (1992-1995) dan wakil ketua bidang produksi (1996-1998). Menghasilkan pula sinetron Saling Silang (1995), Simphoni Dua Hati (1996), Janjiku 1997), dll.

1 Nominasi

    WP_Post Object ( [ID] => 5114 [post_author] => 3 [post_date] => 2020-11-04 17:22:43 [post_date_gmt] => 2020-11-04 17:22:43 [post_content] => Lahir dengan nama Kusno, dan karena sering sakit diganti oleh ayahnya dengan nama Soekarno. Besar harapan anak kurus itu menjelma menjadi ksatria dalam pewayangan layaknya tokoh Adipati Karno. Harapan bapaknya terpenuhi, umur 24 tahun Sukarno berhasil mengguncang podium, berteriak: Kita Harus Merdeka Sekarang!!! Akibatnya, dia harus dipenjara. Dituduh menghasut dan memberontak. Tapi keberanian Sukarno tidak pernah padam. Pledoinya yang sangat terkenal, Indonesia Menggugat, mengantarkannya ke pembuangan di Ende, lalu ke Bengkulu.   Di Bengkulu, Sukarno istirahat sejenak dari politik. Hatinya tertambat pada gadis muda bernama Fatmawati. Padahal Sukarno masih menjadi suami Inggit Garnasih, perempuan yang lebih tua 12 tahun dan selalu menjadi perisai baginya ketika di penjara maupun dalam pengasingan. Kini, Inggit harus rela melihat sang suami jatuh cinta. Di tengah kemelut rumah tangganya, Jepang datang mengobarkan perang Asia Timur Raya. Berahi politik Soekarno kembali bergelora.   Hatta dan Sjahrir, rival politik Sukarno, mengingatkan bahwa Jepang tidak kalah bengisnya dibanding Belanda. Tapi Sukarno punya keyakinan, Jika kita cerdik, kita bisa memanfaatkan Jepang untuk meraih kemerdekaan. Hatta terpengaruh, tetapi Sjahrir tidak. Kelompok pemuda progresif pengikut Sjahrir bahkan mencemooh Sukarno-Hatta sebagai kolaborator. Keyakinan Sukarno tak goyah.   Sekarang, kemerdekaan Indonesia terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945. Di atas kereta kuda, Haji Oemar Said (HOS) Cokroaminoto berwejang kepada Sukarno muda: Manusia itu sama misteriusnya dengan alam, tetapi jika kau bisa menggenggam hatinya, mereka akan mengikutimu. Kalimat ini selalu dipegang Sukarno sampai dia mewujudkan mimpinya: Indonesia Merdeka! [post_title] => Soekarno: Indonesia Merdeka [post_excerpt] => [post_status] => publish [comment_status] => closed [ping_status] => closed [post_password] => [post_name] => soekarno-indonesia-merdeka [to_ping] => [pinged] => [post_modified] => 2020-12-23 07:12:59 [post_modified_gmt] => 2020-12-23 07:12:59 [post_content_filtered] => [post_parent] => 0 [guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=5114 [menu_order] => 0 [post_type] => film [post_mime_type] => [comment_count] => 0 [filter] => raw )
  • 2014 Nominasi Film Terbaik Soekarno: Indonesia Merdeka