Arsip Festival Film Indonesia

Mooryati Soedibyo

5 Januari 1928

Cucu Sri Susuhunan Pakoe Boewono X Keraton Surakarta ini terkenal dengan segala hal yang berkaitan dengan kecantikan, jamu tradisional, dan lingkungan keraton. Sejak usia 3 tahun ia tinggal di Keraton Surakarta yang dikenal sebagai sumber kebudayaan Jawa. Di keraton itu, ia mendapat pendidikan secara tradisional yang menekankan pada tata krama, seni tari klasik, kerawitan, membatik, ngadi saliro ngadi busono, mengenal tumbuh-tumbuhan berkhasiat, meramu jamu, dan kosmetika tradisional dari bahan alami, bahasa sastra Jawa, tembang dengan langgam mocopat, aksara Jawa Kuno, dan bidang seni lainnya.

Tahun 1973, hobi minum jamu Mooryati Soedibyo yang dilakukan sejak masih belia, akhirnya dikembangkannya sebagai usaha. Ramuan jamu resep Keraton Surakarta yang semula diberikan kepada teman-temannya, akhirnya berubah menjadi bisnis. Produknya mulai diekspor ke kurang lebih 20 negara, diantaranya Rusia, Belanda, Jepang, Afrika Selatan, Timur Tengah, Malaysia dan Brunei. Produknya juga berkembang menjadi 800 buah produk, mulai dari balita, umum, super, dan premium. Diawali dengan produk untuk orang tua sampai dengan remaja puterinya.

Tahun 1990 ia meluncurkan ajang Puteri Indonesia, yang dikembangkannya setelah menyaksikan acara Miss Universe di Bangkok tahun 1990. Mooryati yang sering berkunjung ke luar negeri untuk mengadakan seminar, pameran mau pun sendiri mulai ingin membuat ajang Puteri Indonesia. Dari sini timbul keinginannya untuk membuat wanita Indonesia percaya diri tampil di dunia internasional.Hal ini sebelumnya telah dipelopori oleh Andi Nurhayati yang semenjak tahun 70-an menjadi pemegang franchise pengiriman Miss-miss-an kelas internasional, begitu pula nama majalah Femina yang sudah bertahun-tahun sebelumnya menyelenggarakan pemilihan Putri Remaja Indonesia, yang menghasilkan gadis-gadis paling enerjik, cerdas dan modern se Indonesia. Kini Mooryati Soedibyo, berupaya menggabungkan kesemua itu dalam ajang Pemilihan Puteri Indonesia.

Lalu ia mengeluarkan ide tersebut ke Badan Pengembangan Eksport Nasional, dan disetujui. Mooryati akhirnya membentuk Yayasan Puteri Indonesia dan menjadi Ketua Umum. Tapi ajang Pemilihan Puteri Indonesia tak sepenuhnya disetujui masyarakat. Bahkan menjadi polemik sampai sekarang. Mooryati sendiri telah berhasil mengadakan ajang Pemilihan Puteri Indonesia sampai yang ke-enam kalinya. Dan pernah vakum selama 3 tahun (1997,1998,1999) karena kondisi dan situasi negara yang tidak memungkinkan.

1 Nominasi

    WP_Post Object ( [ID] => 1924 [post_author] => 3 [post_date] => 2020-08-30 11:19:08 [post_date_gmt] => 2020-08-30 11:19:08 [post_content] => Setelah ayahnya, Panembahan Hanyokrowati meninggal, Raden Mas Rangsang yang masih remaja menggantikannya dan diberi gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma. Ini adalah sebuah tanggung jawab yang tidak mudah. Sultan Agung harus menyatukan adipati-adipati di tanah Jawa yang tercerai berai oleh politik VOC yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen, di bawah panji Mataram. Di sisi lain, ia harus mengorbankan pula cinta sejatinya kepada Lembayung dengan menikahi perempuan ningrat yang bukan pilihannya.   Kemarahan Sultan Agung kepada VOC memuncak ketika ia mengetahui bahwa VOC tidak memenuhi perjanjian dagang dengan Mataram dengan membangun kantor dagang di Batavia. Ia pun mengibarkan Perang Batavia sampai meninggalnya JP Coen dan runtuhnya benteng VOC. Selama perjuangan ini, Sultan Agung juga harus menghadapi berbagai pengkhianatan yang terjadi padanya. [post_title] => Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta [post_excerpt] => [post_status] => publish [comment_status] => closed [ping_status] => closed [post_password] => [post_name] => sultan-agung-tahta-perjuangan-dan-cinta [to_ping] => [pinged] => [post_modified] => 2020-09-14 10:15:54 [post_modified_gmt] => 2020-09-14 10:15:54 [post_content_filtered] => [post_parent] => 0 [guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=1924 [menu_order] => 0 [post_type] => film [post_mime_type] => [comment_count] => 0 [filter] => raw )
  • 2018 Nominasi Film Terbaik Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta