Arsip Festival Film Indonesia

M. Abduh Aziz

10 Oktober 1967 - 30 Juni 2019

Setelah menyelesaikan kuliah di Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI), Jakarta, lebih banyak aktif sebagai praktisi film. Sebagai manajer produksi, produser, sutradara, dan penulis naskah beberapa film cerita dan dokumenter. Di antaranya produser & penulis The Rainmaker (Impian Kemarau, 2004), penyelia produksi omnibus dokumenter Pertaruhan (At Stake, 2008) dan Working Girls (2009), produser & sutradara Tjidurian 19 (2009) dan Atas Nama… (2010), serta produser K vs K (Kita versus Korupsi, 2011).

 

Ia juga banyak memfasilitasi lokakarya pembuatan film dokumenter, terutama untuk kalangan pelajar, mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat, televisi, dan masyarakat umum. Pernah menjabat Direktur Program Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2006-2009 dan Sekretaris DKJ 2009-2012. Terakhir menjadi Ketua Pelaksana Festival Film Indonesia (FFI) 2011 dan Ketua Pengurus Koalisi Seni Indonesia 2011-2014.

1 Nominasi

    WP_Post Object ( [ID] => 5107 [post_author] => 3 [post_date] => 2020-11-04 17:10:35 [post_date_gmt] => 2020-11-04 17:10:35 [post_content] => Yan adalah seorang pejabat pemerintah yang lurus; Isterinya, Ratna adalah dosen filsafat di sebuah universitas terkemuka. Mereka berdua memiliki tiga anak yang sangat berbeda sifatnya satu sama lain.   Yang tertua, Firman, paling lemah,  baru saja cerai dan dalam kondisi menganggur. Anak kedua, Satria, kontraktor muda, yang punya ambisi besar untuk mengembangkan bisnisnya. Satria tentu saja jadi anak emas keluarga. Dan yang terakhir adalah Dian, bungsu kesayangan seluruh anggota keluarga, telah bertunangan dengan Hasan, anggota DPR yang masih muda, haus kekekuasaan dan punya banyak koneksi para pejabat.   Hidup bersama keluarga ini adalah sang Nenek, ibu dari Yan, yang menjaga, menemani, dan menjadi tempat mengadu dari seluruh anggota keluarga.   Satria dibujuk Hasan untuk meminta “jatah” proyek pembangunan pelabuhan dari ayahnya. Sementara Hassan bersama-sama teman-temannya di DPR akan mengatur anggaran proyek tersebut dari dalam. Upaya ini membuahkan hasil: perusahaan Satria memenangkan tender tersebut. Sementara Yan mulai terganggu dengan bisik-bisik di kantornya: rumor beredar bahwa Yan yang dikenal selama ini sangat “lurus,” akhirnya sama saja dengan pejabat lainnya.   Stress karena gunjingan kanan-kiri, Yan memutuskan mengundurkan diri. Sang Nenek, Soen, bukan tidak paham apa yang sedang dialami anaknya, ikut stress dan akhirnya masuk rumah sakit. Soen wafat. Kehidupan keluarga ini kemudian berubah drastis menjadi lebih suram dan tak sehangat dahulu. Uang mengubah semua dan nilai-nilai dalam keluarga mulai runtuh sejalan dengan terkuaknya kepalsuan di sekitar mereka. [post_title] => Sebelum Pagi Terulang Kembali [post_excerpt] => [post_status] => publish [comment_status] => closed [ping_status] => closed [post_password] => [post_name] => sebelum-pagi-terulang-kembali [to_ping] => [pinged] => [post_modified] => 2020-11-04 17:18:49 [post_modified_gmt] => 2020-11-04 17:18:49 [post_content_filtered] => [post_parent] => 0 [guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=5107 [menu_order] => 0 [post_type] => film [post_mime_type] => [comment_count] => 0 [filter] => raw )
  • 2014 Nominasi Film Terbaik Sebelum Pagi Terulang Kembali