Arsip Festival Film Indonesia

Happy Salma

4 Januari 1980

Happy Salma adalah seorang aktris berkebangsaan Indonesia yang juga lintas profesi menjadi produser pertunjukan teater dan pengusaha perhiasan. Termasuk dalam salah satu tokoh paling berpengaruh di Asia tahun 2020 versi Majalah Malaysia Tatler.

 

Happy Salma memulai kariernya di dunia seni peran dengan membintangi puluhan judul sinetron. Ketika sedang menggeluti dunia sinetron, Happy menemukan kecintaan pada sastra, yang kemudian ia tuangkan ke dalam dua buku kumpulan cerpen yaitu Pulang (2006) yang menjadi nominasi dalam Literary Khatulistiwa Award dan Telaga Fatamorgana (2008). Happy juga berkolaborasi dalam antologi cerita pendek Titian: Antologi Cerita Pendek Kerakyatan (2008), Lobakan: Antologi Cerita Pendek (2009), 24 Sauh Kolaborasi Cerpen (2009) dan Dari Murai Ke Sangkar Emas (2009). Selain cerpen, Happy menulis novel kolaborasi bersama Pidi Baiq dengan judul Hanya Salju dan Pisau Batu (2010). Terakhir, ia menulis dan menerbitkan buku biografi kreatif Desak Nyoman Suarti “The Warrior Daughter” (2015).

 

Kecintaannya pada sastra juga mengantarkannya pada dunia seni teater. Debut pertamanya dalam pentas teater dimulai pada tahun 2007 dengan memerankan Nyai Ontosoroh dalam pentas “Nyai Ontosoroh”. Pada tahun 2009, Happy mementaskan monolog “Ronggeng Dukuh Paruk” di Amsterdam, Bern - Swiss, dan Taman Ismail Marzuki yang ceritanya diadaptasi dari novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan kemudian diikuti dengan pementasan yang lain yaitu “Jabang Tetuko” (2011), Java War “Opera Diponegoro” (2011), “Monolog Inggit” (2011 – 2014), “Roro Mendut” (2012), “#3Perempuanku, Bukan Bunga Bukan Lelaki” (2015), beberapa pentas teater bersama kelompok “Indonesia Kita” dan terakhir kembali berperan sebagai Nyai Ontosoroh dalam judul “Bunga Penutup Abad” (2016 – 2017).

 

Sejalan dengan kecintaannya pada dunia teater dan sastra, Happy Salma mendirikan Yayasan Seni dan Budaya Titimangsa (Titimangsa Foundation) yang memproduksi beberapa pertunjukan besar seperti pada awal 2019 mementaskan “Nyanyi Sunyi Revolusi” dan “Cinta Tak Pernah Sederhana”.

 

Happy Salma telah membintangi lebih dari 17 judul film. Happy juga banyak mendapatkan apresiasi dan penghargaan pada seni peran diantaranya: Pemeran Pembantu Terbaik Festival Film Bandung 2008 (Rinduku Cintamu), Pemeran Pembantu Wanita Terbaik Festival Film Indonesia 2010 (7 Hati 7 Cinta 7 Wanita), Aktris Pembantu Terbaik dan Aktris Pembantu Terfavorit Indonesia Movie Awards 2011 (7 Hati 7 Cinta 7 Wanita), Penghargaan dari IKJ sebagai Aktris Terbaik 2014 juga Best Performance dan Best Short Film dalam Plaza Indonesia Short Film Festival 2016 untuk film pendek “Ibu dan Anak Perempuannya”.

 

Selain di depan layar, Happy pun pernah menjadi sutradara. Film omnibus Rectorverso adalah film yang disutradarainya bersama Marcella Zalianty, Olga Lidya, Cathy Sharon dan Rachel Maryam. Selain film layar lebar, Happy Salma juga menyutradarai film pendek di antaranya “Kamis ke 300” dan “Ibu dan Anak Perempuannya”.

 

Pada 2020, Happy menjadi sutradara untuk serial berjudul “Masakan Rumah” yang ditayangkan di Mola TV.

1 Piala 1 Nominasi

    WP_Post Object ( [ID] => 7212 [post_author] => 3 [post_date] => 2020-12-22 12:09:46 [post_date_gmt] => 2020-12-22 12:09:46 [post_content] => Sebuah kisah keluarga korban lumpur Lapindo, Sidoarjo. Seluruh hidup Delta Santoso diabadikan untuk berterimakasih pada ibundanya, Sriyani, apapun situasi dan konflik hidup yang ia hadapi. Bencana yang menghampiri Sriyani bukan hanya lumpur Lapindo, tapi juga suami yang melarikan diri ke wanita lain tanpa memberi kejelasan status. Akibatnya, kemiskinan membuat Sriyani harus memenuhi kebutuhannya sehari-hari dan membiayai sekolah kedua anaknya, Delta dan Iqbal. Ia menjadi buruh cuci setrika sambil berjualan lontong kupang, yang ia jajakan sendiri dengan sepeda tuanya. [post_title] => Air Mata Terakhir Bunda [post_excerpt] => [post_status] => publish [comment_status] => closed [ping_status] => closed [post_password] => [post_name] => air-mata-terakhir-bunda [to_ping] => [pinged] => [post_modified] => 2020-12-22 12:09:46 [post_modified_gmt] => 2020-12-22 12:09:46 [post_content_filtered] => [post_parent] => 0 [guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=7212 [menu_order] => 0 [post_type] => film [post_mime_type] => [comment_count] => 0 [filter] => raw )
  • 2010 Nominasi Pemeran Utama Wanita Terbaik Air Mata Terakhir Bunda
  • WP_Post Object ( [ID] => 7550 [post_author] => 3 [post_date] => 2020-12-23 04:37:47 [post_date_gmt] => 2020-12-23 04:37:47 [post_content] => Sebagai ginekolog, Kartini menemui beragam pasien perempuan dari latar belakang yang berbeda tapi sama-sama jadi korban figur lelaki dalam hidup mereka. Ia melayani remaja yang hamil di luar nikah, istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan pekerja seks yang menderita kanker rahim. Kartini sendiri mencoba mengubur hubungan masa lalunya yang penuh masalah dengan beberapa lelaki berbeda. Inilah sebabnya Kartini selalu skeptis terhadap makna cinta dan karenanya iapun segan menikah.   Anton, seorang dokter lain, mengungkapkan perasaan tulusnya terhadap Kartini dan melamarnya. Meski teman dan keluarganya mendorong, Kartini bertahan pada sikap segan dan ragunya tentang masa depan pernikahan. Segalanya berubah ketika ia bertemu seorang ginekolog junior yang eksentrik tapi bersahabat, Rohana. [post_title] => 7 Hati, 7 Cinta, 7 Wanita [post_excerpt] => [post_status] => publish [comment_status] => closed [ping_status] => closed [post_password] => [post_name] => 7-hati-7-cinta-7-wanita [to_ping] => [pinged] => [post_modified] => 2020-12-23 04:37:47 [post_modified_gmt] => 2020-12-23 04:37:47 [post_content_filtered] => [post_parent] => 0 [guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=7550 [menu_order] => 0 [post_type] => film [post_mime_type] => [comment_count] => 0 [filter] => raw )
  • 2010 Pemenang Pemeran Pendukung Wanita Terbaik 7 Hati, 7 Cinta, 7 Wanita