Arsip Festival Film Indonesia

Butet Kertaradjasa

21 November 1961

Butet Kartaredjasa adalah seorang seniman dan aktor kondang asal Indonesia. Pada tahun 1996, Butet mendirikan Galang Communication, sebuah institusi periklanan dan studio grafis, yang kemudian diikuti dengan mendirikan Yayasan Galang yang bergerak dalam pelayanan kampanye publik untuk masalah-masalah kesehatan reproduksi berperspektif gender. Butet adalah anak dari Bagong Kussudiardjo, koreografer dan pelukis senior Indonesia. Ia merupakan saudara kandung dari musisi dan penata musik Djaduk Ferianto. Secara rutin, setiap hari Sabtu malam, Butet tampil bersama Slamet Rahardjo dalam program komedi satire Republik Sentilan Sentilun (dahulu bernama Sentilan Sentilun) di stasiun Metro TV. Program ini diangkat dari monolog Butet dengan judul yang sama, berdasarkan naskah yang ditulis oleh Agus Noor.

 

Butet pernah bergabung di Teater Kita-Kita (1977), Teater SSRI (1978-1981), Sanggarbambu (1978-1981), Teater Dinasti (1982-1985), Teater Gandrik (1985-sekarang), Komunitas Pak Kanjeng (1993-1994), Teater Paku (1994), Komunitas seni Kua Etnika (1995-sekarang). Selain itu, Butet merupakan aktor yang biasa memerankan pentas secara Monolog. Aksinya yang sangat terkenal adalah dengan menirukan suara mantan presiden RI, Soeharto dalam setiap pementasannya.

 

Ia pernah memerankan tokoh SBY (Si Butet Yogja) dalam Republik Mimpi di Metro TV dan pindah tayang di TV One yang merupakan pameo dari presiden RI, SBY. Selain itu ia juga memerankan beberapa film layar lebar seperti Maskot dan Banyu Biru. Selain itu ia juga tampil dalam beberapa iklan televisi, dan sinetron. Sejak 2010 bersama aktor Slamet Rahardjo dan komedian Cak Lontong, Butet bermain dalam program mingguan Sentilan-Sentilun di MetroTV.

 

Tahun 2011 bersama Agus Noor dan Djaduk Ferianto, Butet menggagas program INDONESIA KITA, sebuah forum pergelaran seni untuk meyakini kembali proses keindonesiaan melalui jalan kesenian dan kebudayaan. Sekarang Butet tercatat sebagai Ketua Yayasan Bagong Kussudiardja.

2 Nominasi

    WP_Post Object ( [ID] => 6043 [post_author] => 3 [post_date] => 2020-12-05 11:37:07 [post_date_gmt] => 2020-12-05 11:37:07 [post_content] => Lukman adalah seorang grandmaster yang sudah tidak lagi percaya pada keajaiban. Di pertunjukan sulap terakhirnya, ia berencana untuk gagal dan sekaligus pamitan ke teman-temannya untuk tidak lagi bermain sulap. Lukman mempersiapkan trik mudah dari kotak kayu milik ayahnya. Ia akan memanggil seseorang dari penonton untuk masuk ke dalamnya, memakunya, ucapkan "Abracadabra!", dan tentu saja orang tersebut masih ada di dalamnya. Tidak ada kejaiban. Tapi yang tidak dia ketahui adalah, bahwa kotak itu milik banyak penyihir besar di masa lalu, hingga akhirnya sampai ke ayah Lukman yang juga seorang grandmaster. Pertunjukan berlangsung, dan seorang anak laki-laki yang masuk ke kotak itu menghilang. Lukman tidak mengerti bagaimana itu bisa terjadi. Ia juga tidak tahu bagaimana cara mengembalikan anak itu. Seorang Kepala Polisi yang sangat menginginkan kotak itu, berusaha mengejar Lukman dan menuduhnya dengan kasus penculikan anak. Kisah berubah menjadi permainan kucing dan tikus antara Lukman dan Kepala Polisi, mantan pesulap, yang ingin menangkap Lukman dan memiliki kotak itu untuk dirinya sendiri. Perjalanan Lukman untuk mulai percaya pada keajaiban kembali menjadi rumit ketika seorang perempuan, Sofnila, tiba-tiba muncul dari kotaknya. Sofnila percaya bahwa ia adalah salah satu asisten Lukito, ayah Lukman, yang dulu pernah menghilang di kotak itu. Perjalanan selanjutnya membuat Lukman bertemu dengan beberapa penyihir teman lama ayahnya, dan ia mulai mengerti bahwa dia tidak pernah dilahirkan oleh siapa pun kecuali ayahnya yang menemukannya di dalam kotak itu. Datuk, seekor harimau Sumatera, juga terus-menerus muncul sepanjang perjalanannya. [post_title] => Abracadabra [post_excerpt] => [post_status] => publish [comment_status] => closed [ping_status] => closed [post_password] => [post_name] => abracadabra [to_ping] => [pinged] => [post_modified] => 2020-12-05 12:14:56 [post_modified_gmt] => 2020-12-05 12:14:56 [post_content_filtered] => [post_parent] => 0 [guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=6043 [menu_order] => 0 [post_type] => film [post_mime_type] => [comment_count] => 0 [filter] => raw )
  • 2020 Nominasi Pemeran Pendukung Pria Terbaik Abracadabra
  • WP_Post Object ( [ID] => 7347 [post_author] => 3 [post_date] => 2020-12-22 15:28:30 [post_date_gmt] => 2020-12-22 15:28:30 [post_content] => Kisah renungan uskup pertama asli Indonesia, Monsinyur A Soegijapranata SJ, sejak ditahbiskan hingga berakhirnya perang melawan Belanda (1940-1949). Satu dasawarsa penuh gejolak ini ditandai dengan akhir penjajahan Belanda, masuk dan berlangsungnya penjajahan Jepang, proklamasi kemerdekaan RI, dan kembalinya Belanda yang ingin menguasai Indonesia. Peristiwa-peristiwa ini tidak saja membuat Soegija menuliskan renungan berupa catatan harian penuh makna, tapi juga harus bertindak untuk mengatasi kekacauan yang berakibat pada penderitaan rakyat. Ia mencoba berperan di tingkat lokal maupun politik nasional dan internasional. Tidak mengherankan, bila Presiden Soekarno memberi penghargaan dengan gelar Pahlawan Nasional. Untuk bisa menggambarkan peran tadi, film ini banyak menampilkan tokoh-tokoh nyata tapi difiksikan baik dari Indonesia, Jepang, Belanda, sipil maupun militer dalam peristiwa-peristiwa keseharian yang direkonstruksi dengan cukup detil. Kesemuanya menekankan bahwa kemanusiaan lah yang unggul. [post_title] => Soegija [post_excerpt] => [post_status] => publish [comment_status] => closed [ping_status] => closed [post_password] => [post_name] => soegija [to_ping] => [pinged] => [post_modified] => 2020-12-22 15:28:30 [post_modified_gmt] => 2020-12-22 15:28:30 [post_content_filtered] => [post_parent] => 0 [guid] => https://arsip.festivalfilm.id/?post_type=film&p=7347 [menu_order] => 0 [post_type] => film [post_mime_type] => [comment_count] => 0 [filter] => raw )
  • 2020 Nominasi Pemeran Pendukung Pria Terbaik Soegija